Untuk sebuah tulisan akhir pekan, yang detik detiknya butuh pelukan.
Benarkah cinta begitu?
Simak saja. Cukup.
Aku mencintaimu dengan kepastian, dan ketidakpastian yang bumi tawarkan pada ku (kita).
Aku mencintaimu dengan rasa tawar, hambar yang sering kau tunjukkan padaku sekali (waktu).
Aku mencintai rasa marahmu yang jadi pewarna menyolok dalam ruang ruang waktu kita. Dan ku tahu juga sebaliknya.
Aku mencintaimu tanpa hitungan, bahkan tak peduli seberapa sedikitnya waktu ini dalam hidup.
Yang pasti dalam mati yang lebih lama dari hidup pun. Cinta ini tetaplah hidup.
Tidak sedang mengumbar perasaan ini kepada mereka.
Aku hanya ingin menulismu ini.
Aku mencintaimu. Cukup.
Benarkah cinta begitu?
Simak saja. Cukup.
Aku mencintaimu dengan kepastian, dan ketidakpastian yang bumi tawarkan pada ku (kita).
Aku mencintaimu dengan rasa tawar, hambar yang sering kau tunjukkan padaku sekali (waktu).
Aku mencintai rasa marahmu yang jadi pewarna menyolok dalam ruang ruang waktu kita. Dan ku tahu juga sebaliknya.
Aku mencintaimu tanpa hitungan, bahkan tak peduli seberapa sedikitnya waktu ini dalam hidup.
Yang pasti dalam mati yang lebih lama dari hidup pun. Cinta ini tetaplah hidup.
Tidak sedang mengumbar perasaan ini kepada mereka.
Aku hanya ingin menulismu ini.
Aku mencintaimu. Cukup.
0 comments:
Posting Komentar