Pages

03 Mei 2018

#cinta Bagian 1


Dari awal2 tahun terakhir ini saya cukup sering dan senang kembali mendengar lagu indi.
Dulunya 2008 an, seorang sahabat mengenalkan saya endah n reza. Dan kemudian bermunculanlah band2 indi yang semakin hari makin teruji kwalitasnya. Walaupu jauh sebelum itu semua pasti sudah tau mocca yang juga konon mewakili kariernya indi.
Sampai menjadi debu. Menjadi mascot lagu favorite saya juga tahun ini. Dengar lagu ini kali pertama air mata saya gak tertolong tumpahnya, waktu itu masih sendiri dengarinnya. Yang terbayang tentu kisah asmara saya dengan pak suami, kemudian merambah ke kisah kakek saya. Ntah lah, lagu ini lebih tepatnya mengenang kisah2 yang mengharu biru, yg mungkin hampir terabaikan tapi sebenarnya bertumbuh menjadi saya dan mungkin kegenerasi saya berikutnya. 
Beri Purba. Nama Ompung saya dari bapak.
Sahat Simanullang. Nama ompung saya dari mamak.
Mereka berdua adalah suami suami luar biasa, yang mewariskan cinta kasih dan jiwa yang penuh cinta dalam darah ini.
Nama mereka jelas dan padat.  Artinya juga juga jelas gampang.
Mngkin itu sebabnya nama saya hanya 1 suku kata tidak ada embel2 dari Ernisa, yang buat Ompung Beri. Yang sampai akhir hayat beliau, saya tidak mampu mengorek apa itu arti nama saya. Mungkin nama mantannya, atau mungkin nama yang sudah harus saya terima melalui beliau.  Karena pada umumnya dalam keluarga batak, cucu pertama dari anak laki laki diberi nama oleh ompungnya.
Sepanjang hidup beliau, dikenal sebagai pendidik yang baik pada zamannya. Jarang mukul, padahal zaman itu sepatu adalah halal sebagai alat bantu guru untuk menyadarkan anak anak tentang sadarnya pendidikan. Suka naik sepeda dan membaca buku, beliau tidak suka berladang. Dulu baik guru ataupun mantri banyak ke sawah atau ladang karena gaji tidaklah cukup sebenarnya.
Mungkin saya sudah  banyak lupa. Tapi yang pasti saya ingat saya suka kalau dulu beliau bawakan saya roti kelapa dihari jumat, dan sambil menanyakan sekolah saya bagaimana.
Kemudian beliau pensiun, lalu struk ringan dan kemudian dimensia.
Saya merasa beliau benar2 sakit dulu, itulah yang saya sesalkan, seandainya saya lebih memahami dimensia itu sperti apa, akan tetap saya mengulang ulang kisah yang apa dan mana yang beliau ingat tentang saya.
Demensia itu membuatnya tidak mengenal cucu2nya kecuali nama saya karena nama saya menjadi nama panggilannya.. Masih syukur semua anaknya beliau ingat. Setiap natal setelah dimensianya menjadi hari hari yang berat baginya. Rumahnya riuh oleh anak anak, selalu lupa sudah makan, selalu lupa, dalam hitungan menit dengan siapa dia berbica.
Hanya ompung borulah tempatnya paling nyaman, walau sering diomelin. Bagian ini juga saya tidak bisa lupa.
Setiap bapak datang bawa mobil, walaupun sebenarnya bapak selalu pulang kesana setiap hari, ompung akan nanya terus tentang mobil itu, “mobilmu do on?” (“ini mobilmu?” ) beliau kan sangat bangga kepada anaknya itu karena sudah punya mobil dan tiap hari begitulah pertanyaannya. Dan satu yang paling sangat membuat saya kagum. Bapak tidak akan bosan bilang. “ ido among, betapa mardalani tupasar” (iya pak, ayok Jalan2 kepasar). Dan akan selalu ditolak sama ompung, hanya berpesan membawa roti kelapa. (oh my god my tears come down again.
Saya terlalu lama sadarnya bahwa kisah2 inilah jd pupuk dihidup saya.
Sekali waktu, mungkin saya SMA atau SMP,  badan saya sudah bongsor tentunya, beliau bertanya saya siapa, lalu saya jawablah bahwa saya adalah cucunya yang cantik Ernisa Purba. Dengan semangatnya beliau bertanya tentang perkalian ke saya. Oh, masih gampanglah saya jawab. Tentu saya jawab dengan hati penuh suka cita, lalu kemudian beliau menanyakan Ibukota Kalimantan Selatan, kemudian hening, kemudian kepala saya ditokok pakai kayu bakar dengan berkata itu saja tidak tahu. “huaaaw.. saya nangis sejadi jadinya, sudah malu saya kena pukul, , iya seh saya memang gak suka menghapal, kalau di sekolah masih adalah 3 atau 4 teman yang tidak tahu 27 propinsi dan ibu kotanya. Tak malulah jika ada teman dihukum, tapi ini, didepan para pariban, saya di tokok pakai kayu bakar, runtuhlah pertahan ini.
Besoknya, ditempat yang sama dengan suasa yang sama, dengan pariban dan keponakan yang lengkap semuanya, beliau bertanya lagi saya siapa. Dengan tidak mau mengulang kisah yang serupa, tentu saya saya sudah menyiapkan jawabanya yang tepat. Jangan kalian harap saya menghapal ibukota propinsi Indonesia. Ketika nama saya ditanya siapa dengan sopan dan manisnya saya jawab. “parumaen muna do au amang?” ( menantu amangnya saya. Kemudian hening,kemudian semuanya ketawa terbahak bahak.
Beliau hanya Tanya, “nga mangan hamu? “ (udah makan kalian)
Salah satu kisah yang lagi2 tidak bisa saya lupakan.
Ompung berpulang setelah puluhan tahun dimensia dengan tutup usia 70 tahun. Saya sudah kuliah, saya sudah paham kehilangan. Tapi saya belum paham cintanya yang sudah merambat didarah ini.
Beri Purba, Ganteng seperti bule, Lucu dan penyanyang istri.
How I miss you Ompung. Sinarmu tak akan pudar dijalanku.
Sahat Simanullang.
Saya mencintai kedua Ompung doli saya ini dengan rasa yang sama, tapi cara yang berbeda.
Beliau ini lebih dari sahabat saya. Yang paling tau maunya saya. Yang paling sayang kepada saya. Bahkan tante tante saya sering bilang cemburu karena saya cucu yang paling dekat dengan beliau. Kisah dengan beliau tak sangguplah saya tulis. Karena terlalu banyak dan padat.
Tapi paling tidak saya akan bagi sedikit saja. Pulang ke “Jambatan” sebutan untuk rumah beliau, adalah hari hari yang menyenangkan. Uang jajan selalu ada, bermain tak ada batasnya, bertanya selalu ada jawaban bukan bentakan. Hehe (kadang dulu mamak sering pusing sama pertanyaan saya sampai berujung ke marah2, “sude do disukkuni ho” semuanya kau tanyain. ). Sesungguhnya beliau bukan orang yang sehat, secara fisik sudah terlihat beliau itu sakit. Tapi tak pernah merasa sakit, asma yang diderita sudah seumur dengan saya, jadi tanpa sadar saya sudah terbiasa dengan beliau yang tersengal sengal.
Ditambah beliau yang tidak pernah nngeluh. Setiap  hari saya mengerjakan PR disana. Kalaulah payah, dan seringnya malas sih. Saya akan suruh beliau tanda tangan buku PR saya yang kosong, karena begitu sayangnnya beliau akan menandatanganinya. Sekali waktu, guru saya marah nanya ompung saya ada berapa, kenap tanda tangan beda2. Sayapun nangis2 marah2 kebeliau, mengapa tanda tangannya beda2. Hahaha.
SMA saya udah merantau, beliau sudah duda kala ini, kala dimana orang2 memprediksi harusnya beliau yang berpulang duluan dari ompung boru saya. Tapi begitulah hidup. Cinta menguatkan segalanya. Setiap saya pulang pasti dimasakin yang enak enak, minimal naik becak berdua makan bakmi.
Bahkan sampai saya kuliah, beliau mengantarkan saya.
Dan masih banyak lagi yang gak bisa saya tulis karena terlalu sakit untuk saya rindu sendiri.
Sahat Simanulang. Tutup usia 72 tahun. Penyayang dan panjang sabar. Suka masak. Hobby bengkel. Masakanya paling enak sedunia.
Darah ini adalah dia yang mejarut cinta yang tidak akan putus talinya.

14 april 2018. 
, ‏‎9:08:40 PM





0 comments: