Tiba tiba dengan niat yang tidak penuh, saya ingin menulis.
Mungkin untuk mengenang Paskah pertama menjadi Istri, dan
paskah pertama di Tempat mertua (kelak).
Belum penuh 4 jam setelah hari yang begitu mengejutkan
kesadaran saya, akan segala yang saya miliki yang saya genggam, dan yang saya punyai.
Menjadi bagian dalam satu kompetisi, oh, maksud saya, bukan
untuk memamerkan apa yang terjadi di kompetisi itu, bukan, tapi… Semacam
kelahiran lagi, tentang sebuah makna dari “bersekutu”. Tentang hadirnya saya
dalam momen momen seperti ini. *baca bernyanyi, berdoa, membaca ayat.
Saya harus mencatat ini dengan rapi karena ini sejarah. Kejujuran
dan juga tantangan.
Saya tidak akan malu menulis, kehadiranku di tahun tahun
sebelumnya di Gereja itu ya hanya hari hari penting saja. *baca mungkin hanya
saat pulang kamung saja.
Dan kemudian pernikahan mengantarkan perubahan ini juga.
Saya juga harus mengaku, saya pulang. Tapi masih dengan AKU
yang sebelumnya.
Yang tetap akan punya pemaham tersendiri tentang semua itu.
Yang saya yakini tidak akan berubah, yang saya ragukan
mungkin akan berubah.
Yang saya dapat di pencarian saya akan saya syukuri.
Bahwa sesungguhnya berkat dan semua kemurahan itu juga ada
tertulis.
Hari ini, saya masih dengan segala lelah yang megah.
Kembali menitikkan air mata, atas semua catatan injil yang saya
baca tiap hari belakangan ini tentang sengsaraNya. Tentang kasihNya, tentang
pengampunanNya yang tiada berbatas.
Akh….
Hidup memang layak di meriahkan..
“berbahagialah orang yang membawa damai karena mereka akan
disebut anak anak Allah”